Kamis, 11 Agustus 2011

HAKIM PA WAJIB GELAR MEDIASI

JAKARTA-Hakim di pengadilan agama (PA) mestinya tidak terlalu mudah menjatuhkan putusan terhadap pengajuan cerai oleh pasangan suami istri (pasutri). Proses mediasi harus ditempuh oleh hakim untuk mendamaikan pasutri yang ingin bercerai.

Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, Khalilurrahman. "Putusan hakim bukan main-main," ujarnya kepada Republika, Rabu (10/8).

Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Nasaruddin Umar menilai, meningkatnya angka perceraian salah satunya dipicu oleh terlalu cepatnya para hakim di PA mengambil keputusan. Selama ini, menurutnya, hakim PA terkesan mengejar target bahwa makin banyak kasus yang cepat diputuskan kinerjanya dinilai makin baik. Padahal, dalam pandangan Nasaruddin, mestinya mereka tidak bertindak demikian. Sebab, hakim pada PA harus meneliti kasusnya dengan baik.

Khalilurrahman mengatakan, mediasi bersifat wajib bagi para pemohon cerai. Tanpa proses itu, putusan hakim bisa dianggap batal. Mediasi harus dilakukan secara ketat dengan melibatkan lembaga mediasi independen yang ditunjuk Mahkamah Agung. Para mediator adalah sosok yang terlatih dan profesional. "Proses tidak berhenti di situ. Jika mediasi gagal akan diulang lagi ketika masuk di peradilan," katanya.

Dalam pandangan psikiater Dadang Hawari, gagalnya proses mediasi sering kali disebabkan oleh ketidakhadiran salah satu pihak dari pasutri. Adapun penyebab utama ketidakhadiran itu adalah egoisme salah satu atau kedua pihak dari pasutri. Dalam hal ini, mereka sama-sama merasa benar. Dalam kondisi seperti itu, ia menyarankan, pasutri yang ingin bercerai tersebut ditenangkan terlebih dahulu untuk meredam emosi mereka. "Kalau perlu dikasih obat."

Untuk mendukung upaya mediasi, menurut Dadang, kedua belah pihak disarankan menunjuk figur pendamping. Keberadaan figur itu diperlukan untuk memberi pengarahan dan bahan rujukan. Hal ini penting mengingat dalam perkawinan tidak ada pelatihan ataupun lembaga formal yang mengajarkan hal ihwal pernikahan. Di samping itu, faktor keterbukaan dan rasa saling percaya perlu diupayakan. "Suami istri tidak boleh tertutup," katanya.

Berikan advokasi
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pemberdayaan Perempuan, Tutty Alawiyah, memandang perlu adanya advokasi bagi kedua belah pihak. Langkah ini dinilai positif untuk memberikan dukungan moril dan motivasi rujuk bagi pasutri yang berada di bibir jurang perceraian. MUI sendiri mendukung gagasan advokasi itu.

Tuty menambahkan, tingginya angka perceraian tak lepas dari dampak media dan kemajuan informasi. Pernikahan tak lagi dianggap sebagai sebuah ikatan suci. Sebaliknya, muncul anggapan bahwa perkawinan sebatas hubungan kontrak biasa. Menyikapi pandangan itu, semestinya perlu ditanamkan pemahaman bagi calon mempelai ataupun para pasutri akan pentingnya arti pernikahan. "Pernikahan adalah perjanjian yang kuat," ujar Tutty. ed: wachidah handasah

0 komentar:

Posting Komentar